Hasan Aspahani GenMen JPNN. |
MEMENANGKAN pemilihan umum itu susah, tetapi ternyata lebih susah lagi untuk tidak lupa. Berdiri di luar kekuasaan itu tidak nyaman, tetapi ternyata menggenggam kekuasaan di tangan ternyata jauh lebih tidak nyaman.
Saya ingin mengatakan untuk mengingatkan ini kepadamu, wahai PDI Perjuangan. Hari-hari ini saya melihat engkau adalah sebuah partai yang berubah. Partai memang harus berubah, harus mematut-matut diri di hadapan rakyat ketika kekuasaan ada di tangan.
Masalahnya adalah, engkau tampaknya tidak sedang menghadap pada rakyat, engkau sedang membelakangi rakyat.
Saya belum lupa, bagaimana kikuknya engkau ketika baru saja selesai pemilihan umum untuk mengisi parlemen. Engkau menang. Tapi, pengalamanmu yang pahit memberimu pelajaran bahwa menjadi pemenang pemilu parlemen tak menjamin engkau menang di pemilihan presiden.
Ketua umummu masih sangat ini menjadi presiden. Tapi dia sudah beberapa kali kalah. Engkau tak mau mengulangi kekalahan itu. Lalu muncullah nama 'si kurus' - demikian Megawati Sukarnoputri menyebut nama Joko Widodo yang kini menjadi Presiden Republik Indonesia kita ini.
Pada waktu itu, pertanyaannya kemudian adalah siapa yang menjadi wakilnya? Engkau belum punya pengalaman panjang menjalin koalisi yang ajeg. Banyak nama muncul. Termasuk Ketua KPK Abraham Samad, sampai akhirnya engkau memilih nama dan wajah lama: Jusuf Kalla. Ini hanya soal kalkulasi menang-kalah. Sangat mungkin yang engkau pilih adalah Abraham Samad.
Kisah itulah yang sekarang engkau gunakan untuk mengelola kekuasaanmu. Ketika Budi Gunawan yang tampaknya sangat engkau sayangi itu kini terganjal dalam langkahnya menuju kursi nomor 1 Polri, engkau tertampar! Lalu engkau membalas dengan cara-cara yang di mata saya tampak terlalu naif. Engkau menyerang balik Abraham Samad, seraya berlindung di balik dalih menyelamatkan KPK dan ketuanya yang menurutmu tak beretika. Amboi, manisnya.
Pola-pola membuat kebisingan seperti yang engkau ciptakan ini terlalu telanjang di mata saya. Mula-mula, munculkan entah siapa yang menulis di media bebas. Blog. Tak penting siapa pemilik blog itu, tapi yang penting adalah engkau kemudian secara resmi menanggapinya. Tak juga penting kebenaran apa yang ditulis di blog itu. Benarkah KPK menyadap Budi Gunawan dan dari situ dia tahu bahwa dia tak dipilih menjadi cawapres Joko Widodo? Sulit untuk dipercaya. Apakah karena itu Abraham Samad dendam kepada Budi Gunawan lalu penetapannya sebagai tersangka ole KPK berlatar belakang dendam itu? Saya sudah memperbodoh diri seratus kali, eh, tapi belum juga bisa menerima logika itu.
Saya percaya bahwa ada pertemuan ketua KPK Abraham Samad dengan partai manamu termasuk dengan engkau, PDI Perjuangan. Tapi, pada waktu itu, bukankah engkau sendiri memerlukan pertemuan itu? Jusuf Kalla dan Abraham Samad pada hari-hari menjelang penetapan pasangan capres dan cawapres adalah nama-nama yang banyak disebut oleh banyak lembaga survei.
Tapi, memang begitulah skenarionya, bukan? Lalu terciptalah kebisingan itu. Kalian punya dukungan dari stasiun televisi yang dimiliki oleh pendiri partai yang berkoalisi dengan kalian. Maka amplipikasi kebisingan itupun menjadi-jadi.
Ada satu agenda besar yang terlupa dalam kebisingan ini. Kita sedang dalam perang besar melawan korupsi. KPK adalah lembaga yang sama-sama kita sepakati untuk dibentuk untuk melawan penyakit parah itu. Seorang Abraham Samad sangat tidak penting dalam perang besar ini.
Wahai PDI Perjuangan, untuk sekadar mengingatkan, pada musim kampanye Pilpres 2014, Presiden yang kau jagokan pernah berjanji meningkatkan anggaran KPK. Pasti janji itu juga turut mempengaruhi pertimbangan pemilih.
Oh ya, janji itu disampaikan Joko Widodo setelah melakukan klarifikasi mengenai Laporan Harta dan Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) di KPK, 26 Juni tahun lalu. Itu hari Kamis.
"Ke depan KPK ini perlu diperkuat, Anggarannya perlu ditambah. Kalau ekonomi kita bagus bisa meloncat mungkin perkiraan saya kurang lebih 10 kali," kata Joko Widodo.
Ingatkah Presiden tentang janji itu? Bolehkah saya meminta engkau untuk mengingatkannya kalau dia lupa?
Joko Widodo juga berjanji akan menambah jumlah penyidik KPK. Sebab, selama ini KPK diketahui kerap kekurangan penyidik.
Ini kalimatnya, "Kemudian memperbanyak lagi penyidik yang ada. Saya kira ribuan yang perlu ditambahkan, agar kekuatan KPK ini adalah institusi yang betul-betul kuat."
Saya hanya orang biasa. Saya berada di tengah rakyat yang sekarang sedang engkau punggungi, wahai PDI Perjuangan. Jika engkau bilang alangkah berbahayanya kekuasaan KPK yang besar itu di tangan orang yang engkau sebut tidak beretika, sesungguhnya peringatan yang sama juga berlaku untukmu.
Saya mencintaimu, sebagai rakyat yang percaya pada demokrasi yang sejak awal kita sepakati sebagai sistem yang kita pakai untuk membangun negeri ini, itu sebabnya saya menulis surat ini untuk mengingatkanmu. (*)
Advertisement
0 Response to "Surat terbuka untuk Megawati Sukarnoputri "
Post a Comment