poto ilustrasi |
Sejak keluar pintu pemeriksaan, terlihat banyak penjual penganan seperti otak otak dan bermacam lainnya, dijual di dalam gerobak.
Penjual penganan ini memanjang sampai ke pintu dermaga yang hendak ke Penyengat. Tak henti mereka menawarkan penganan itu kepada orang orang yang lalu lalang disitu. Tak ketinggalan juga para tukang ojek menawarkan jasanya.
Ternyata sekarang ada otak otak goreng yang dikemas dalam kotak mika transparan, selain otak otak dalam bungkus daun kelapa yang di panggang diatas bara api tempurung kelapa.
"Ini enak, dimakan sambil naik bot" ujar ibu penjual otak otak menawarkan dagangannya.
Kamipun beli harga sebuah otak otak dalam bungkus daun kelapa rp.1.000,- dan dibungkus lagi dalam kantong plastik kecil.
Masuk ke dermaga bot yang menuju Pulau Penyengat tidak dipungut bayaran, hanya ke dermaga ferry yang ke Tanjung Pinang saja yang dipungut tarif masuk sebesar rp. 5.000,-
Disebelah kanan dermaga itu sejak dipangkal dermaga telah berjejer speda motor dan disebelahnya lagi bangunan tempat menyimpan dan titip speda motor, sesekali speda motor dari ujung dermaga keluar dan kita terpaksa menepi.
Panjang dermaga ini terlihat menjorok sampai ke laut sama panjangnya dengan dermaga ferry ke Batam, disebelahnya lagi ada dermaga yang ke pulau lain. antara dermaga 1 dan 2 mungkin karena air pasang permukaan laut terlihat bersih dari sampah sampah, namun antara dermaga dua ke tiga banyak terapung sampah sampah plastik terutama.
Sewaktu kami antri duduk dibangku semen yang tersedia berdekatan dengan penjual karcis, terihat dari dermaga itu sebuah hotel dan restoran, banyak sampah berserakan disekitar laut restoran itu. Kamipun sembari duduk menikmati otak otak yang kami makan, bot yang ke pulau Penyengat belum cukup penumpangnya 15 orang.
Habis sudah otak otak kami makan bekas bungkusnya hendak kubuang, kesebuah ember kuning terlihat seperti bekas cat 25 kilogram, tetapi aku dilarang orang yang sedang duduk dibangku semen diatasnya, ternyata ember itu bukanlah tempat sampah, ianya tempat peralatan mereka yang mau berangkat bersama.
Seorang ibu yang berhampiran denganku menyuruhku buang saja ke air. Kujawab ada larangan dan himbauan agar tidak membuang sampah ke laut.
"Bismillah saja pak" ujar ibu yang setiap hari berulang alik dari Tanjung Pinang ke Pulau Penyengat itu, sembari terenyum menambahkan mereka melarang jangan buang ke laut tetapi tidak menyediakan tempat buang sampah.
Bot yang akan membawa kami telah dipenuhi penumpang, ibu itu masih duduk menunggu temannya yang lain bungkusan sampah bekas otak otak kuletakkan didekatnya. Kamipun berangkat menuju Pulau Penyengat. Kutinggalkan ibu sambil tersenyum.
Advertisement
0 Response to "Dilarang Buang Sampah ke Laut tetapi Tidak Ada Tempat Sampah."
Post a Comment